Pacaran dan Remaja mustahil dapat dipisahkan, namun, semua hal itu tak lepas dari suatu tahapan pasti dalam alur kehidupan. Yaitu, tahapan kanak kanak ke remaja. Banyak yang menilai bahwa praktek pacaran merupakan ajang pencarian jati diri dari dari ketertarikan terhadap lawan jenis. Namun, Apakah yang menjadi faktor pacaran dapat menyebar dan diterima?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pacaran berarti kekasih atau teman lawan jenis yang tetap berlandaskan hubungan cinta kasih. Pasangan tersebut adalah orang special diluar orang tua, sahabat, dan keluarga.
Dengan perkembangan zaman, teknologi, dan westrenisasi budaya, praktek pacaran dijadikan sebagai alat untuk menunjukkan popularitas, jati diri, unjuk kehebatan, dan pencarian identitas seseorang bahkan lebih dari itu, pacaran yang berkembang di zaman sekarang tak ada bedanya dengan pasangan suami istri.
Secara signifikan dalam perkembangannya, pacaran pada berubah menjadi suatu "keharusan" bagi remaja. Hal itu, secara tidak langsung akan menjadi salah satu penyebab menyebarnya pacaranisme. Selain itu, terdapat faksi pro dan kontra terhadap pacaran dimana, faksi yang "kontra" banyak bermunculan di kalangan ahli agama dan para guru/dosen disekolah atau dikampus. Mereka berpendapat bahwa pacaran adalah perbuatan melawan aturan agama dan merujuk kepada perbuatan zina.
Bagi para guru, mereka mengatakan bahwa pacaran dapat menurunkan kualitas belajar dan prestasi, pacaran dianggap sebagai candu dan benalu atau parasit yang kuat bagi remaja, sehingga mereka dianggap akan selalu mencari waktu kapan saja untuk berdua-an.
Bagi para guru, mereka mengatakan bahwa pacaran dapat menurunkan kualitas belajar dan prestasi, pacaran dianggap sebagai candu dan benalu atau parasit yang kuat bagi remaja, sehingga mereka dianggap akan selalu mencari waktu kapan saja untuk berdua-an.
Namun, bagi faksi yang pro terhadap praktek pacaran, mereka beranggapan bahwa pacaran itu sah asal tidak berlebihan, paradigma ini semakin berkembang sehingga, Pacaran di anggap sebagai perbuatan yang wajar di kalangan remaja dan lambat laun, juga akan di anggap wajar oleh sebagian orang tua.
Terlebih lagi, labelling jomblo, nggak gaul, dan kuno/jadul yang di tanamkan kepada mereka yang tidak memiliki pacar yang semakin mendorong mereka yang belum mempunyai pacar berlomba lomba untuk mencarinya. Hal ini, semaki menambah faktor yang menjadi cepatnya penyebaran praktek pacaran.
Selain labeling jomblo, faktor kontrol sosial dan kurangnya sosialisasi dalam bentuk partisipasif, serta kurang nya peran media keluarga mengenai adab di kehidupan masyarakat oleh peranan orang tua. Kurangnya pengawasan terhadap anak dibawah umur terhadap konten yang berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi menjadikan muculnya interaksi identifikasi untuk meniru apa yang dilihat.
Proses interaksi sosial berupa "identifikasi" juga tidak menutup kemungkinan tak hanya terjadi di dunia teknologi dan informasi tetapi juga dunia nyata. Ketika anak kecil dalam Ilmu Sosiologi apa yang disebut tahap Play Stage dimana anak akan meniru perilkau orang dewasa untuk tahap pencarian jati diri sebelum tahap Game Stage, tahap siap bertindak.
Saat ini pacaran mengalami disortosi, pada mulanya, dimanfaatkan untuk penyesuaian dan pengamatan sebelum naik ke tahap selanjutnya. Namun, pacaran masa kini lebih kepada having fun dan hanya sekedar kesenangan belaka, bahkan, tak sedikit dari mereka yang berganti ganti pacar.
Pacaran saat ini terbukti ampuh, dalam mempropagandakan perbuatan tersebut sebagai sebuah keharusan, dan paradigman pacaran tersebut di salurkan lewat sosialisasi melalui media kelompok bermain selain penyaluran melalui media tersebut, pacaran juga di salurkan lewat faktor interaksi sosial berupa motivasi dan dorongan.
Peristiwa ini memang tidak bisa dihindari, tahap remaja merupakan tahap penemuan jati diri, sudah memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis, melalui pacaran, para remaja yang melakukan nya mensuarakan bahwa dialah pemilik sah dari si laki laki atau perempuan, melalui pacaran mereka yang melaukan yakin bahwa mereka laah jodoh yang di pertemukan.
Pacaran sudah dijadikan lambang dan identitas bagi dunia remaja, "tidak pacaran tidak gaul". adapula spekulasi yang mengatakan bahwa dengan pacaran, mampu meningkatkan semangat belajar, semangat ibadah, dll. Namun, spekulasi hanya sedikit dari berjuta alasan yang dikeluarkan.
Peristiwa ini memang tidak bisa dihindari, tahap remaja merupakan tahap penemuan jati diri, sudah memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis, melalui pacaran, para remaja yang melakukan nya mensuarakan bahwa dialah pemilik sah dari si laki laki atau perempuan, melalui pacaran mereka yang melaukan yakin bahwa mereka laah jodoh yang di pertemukan.
Pacaran sudah dijadikan lambang dan identitas bagi dunia remaja, "tidak pacaran tidak gaul". adapula spekulasi yang mengatakan bahwa dengan pacaran, mampu meningkatkan semangat belajar, semangat ibadah, dll. Namun, spekulasi hanya sedikit dari berjuta alasan yang dikeluarkan.
Catatan: Tulisan ini tidak untuk menyinggung pihak lain, atau individu lain. Tulisan ini hanya sebuah opini penulis yang sudah diamati sebelum ditulis
Keterangan foto utama: ilustrasi orang pacaran (foto: detik.com)
0 komentar:
Posting Komentar